Get this Widget

Thursday 17 April 2014

Sejarah : Dikalahkan Persipura 0-12, Bonek Senang Bisa Balas Dendam


Kemenangan adalah hasil yang istimewa, tapi itu tidak berlaku bagi Chris Pulalo dan Johanes Zonggonau. Mereka menyesal mempermalukan Persebaya dengan skor telak.
Satu kamar wisma yang beralamat di Jalan Pagesangan Surabaya itu selalu ramai. Saking ramainya, kerapian dalam ruangan itu sirna. Handuk, sepatu, serta pakaian tak lagi tertata dengan rapi.
Namun tidak disangka, kalau dalam kamar berukuran 8×4 meter persegi itu, dihuni oleh orang-orang yang memiliki banyak pengalaman dalam dunia sepak bola tanah air.
Ya, mereka adalah Chris Pulalo dan Johanes Zonggonau, mantan pemain Persipura Jayapura  yang saat ini sedang mengikuti kursus pelatihan Pelatih Lisensi C Nasional di Surabaya.

      Untuk generasi Surabaya saat ini, mungkin kedua nama itu terdengar masih asing. tapi tidak bagi pemerhati sepak bola yang hidup sejak tahun 1980 an. Sebab, kedua orang tersebut adalah aktor yang pernah mempermalukan Persebaya Surabaya dengan skor telak 12-0 dalam perempat final Divisi Utama tahun 1985 di Gelora 10 Nopember.
      Peristiwa yang terkenal dengan sepak bola “ Gajah “. sebab yang meminpin pertandingan itu adalah wasit dari Palembang, daerah yang terkenal dengan gajah yang bisa bermain sepakbola.
Akan tetapi pengertian dari sepak bola “Gajah” yang sebenarnya adalah, skor permainan itu telah ditentukan sebelum kick off. Nah para penentu skor itu yang dianalogikan sebagai pawang gajah.
Tujuannya adalah, untuk menghalangi PSIS Semarang untuk lolos ke babak semifinal. Caranya, Persipura harus menang dengan skor lebih dari empat gol. Langkah ini sengaja dilakukan oleh Persebaya, untuk membalas kekejaman sporter PSIS Semarang yang mengahadang Sporter Persebaya saat Persebaya lawan PSIS Semarang di Semarang.

” Kami juga tidak tahu, tapi pertama kali datang ke Surabaya nuansa kemenangan itu telah terlihat, para sporter Surabaya/bonek juga meneriakan yel-yel untuk kemenangan Persipura,” kenang pelatih SSB Emsyk yang pernah menghadapi SSB Karanggayam di parati final Piala Danone 2008 itu.
Namun, bagi Chris, kemenangan besar itu tidak membuat dia bangga. Malah sebaliknya, dia frustasi dan tidak mau lagi bermain bola. “ Saya gantung sepatu di kampung, untuk menghapus kebosanan, saya terpaksa jadi buruh bangunan dan tukang ojek,” terang pemain dengan posisi spesialis libero itu.
Senada dengan Chris, Johanes Zonggonau juga menceritakan hal yang sama. Malah dalam peristiwa itu, Johanes sempat mencetak dua gol dari 12 gol tersebut.
“ Kebetulan posisi saya adalah striker, jadi saya memiliki kesempatan untuk menciptakan gol. Lain dengan pak Chris yang berada di belakang,” cerita mantan pencetak gol terbanyak dalam piala Pemuda di Surabaya tahun 1987 itu.
Namun peristiwa itu yang membuat kehidupan mereka berubah. Rasa putus asa tidak mau dibiarkan lama mengendap didasar hati. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menjadi pelatih.
Mendampingi mereka, pelatih Persipura U-21 Max Olua mengatakan, kedatangan mereka ke Surabaya tersebut, selain mengejar lisensi kepelatihan, mereka juga akan melakukan study banding ke Pengcab PSSI Surabaya.“Saya dengar kalau perkembangan sepakbola di Surabaya ini sangat baik, kompetisinya juga hidup. Itu yang akan dijadikan oleh-oleh untuk kami bawah ke tanah Papua,” jelasnya (*)(Sidik, M, Surabaya)

No comments:

Post a Comment

Get this Widget